BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Ilmu ekonomi dimulai dan
diakhiri dengan hukum permintaan dan penawaran. Hukum yang dikenal dengan hukum penawaran dan
permintaan memang merupakan bagian yang terpenting dalam pemahaman kita
mengenai sistem pasar.
Pertama kita perlu mengetahui
apa saja yang mempengaruhi permintaan dan penawaran komoditi tertentu
berikutnya baru kita dapat melihat bagaimana permintaan dan penawaran
bersama-sama menentukan harga serta bagaimana sistem harga itu secara
keseluruhan memungkinkan sistem perekonomian bereaksi terhadap perubahan
permintaan dan perubahan penawaran. Permintaan dan penawaran membantu kita
dalam memahami keberhasilan sistem harga dan juga kegagalannya.
1.2 TUJUAN
a. Mengertidanmemahamimengenaihukumpermintaandanpenawaran
b. Mengertidanmemahamimengenaihukumpermintaandanpenawarankhususnyapadakomoditas
kopi
c. Mengertidanmemahamifaktor-faktor yang
mempengaruhipermintaandanpenawaran
d. Mengertidanmemahamipenentuan harga keseimbangan
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1
Pengertian Permintaan dan Penawaran
Permintaan
adalah jumlah barang atau komoditi yang diminta oleh pembeli untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat sosial dalam suatu pasar ekonomi sedangkan penawaran
adalah jumlah barang atau komoditi yang akan diproduksi dan ditawarkan untuk
dijual dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat sosial dalam suatu pasar
ekonomi.
2.2
HukumPermintaandanPenawaran
Hukum
permintaan adalah makin tinggi harga suatu barang, makin sedikit jumlah barang
yang diminta dan sebaliknya makin rendah harga suatu barang makin banyak jumlah
barang yang diminta. Adanya kenaikan permintaan menyebabkan kenaikan harga pada
harga ekuilibrium maupun kuantitas ekuilibrium. Penurunan permintaan akan
menyebabkan penurunan harga ekuilibrium maupun kuantitas ekuilibrium.
Hukum
penawaran adalah makin tinggi harga suatu barang, makin banyak jumlah barang
yang ditawarkan oleh para penjual dan sebaliknya makin rendah harga suatu
barang, makin sedikit jumlah barang yang ditawarkan. Kenaikan harga penawaran
akan menyebabkan penurunan harga ekuilibrium dan menyebabkan kenaikan kuantitas
ekuilibrium. Penurunan penawaran menyebabkan kenaikan harga ekuilibrium dan
menyebabkan penurunan kuantitas ekulibrium
Kurva
permintaan adalah suatu kurve yang menggambarkan sifat hubungan antara
harga suatu barang dan jumlah barang tersebut yang diminta oleh para pembeli.
Kurve permintaan dibuat berdasarkan data riil di masyarakat tentang jumlah
permintaan suatu barang pada berbagai tingkat harga, yang disajikan dalam
bentuk tabel.
2.3
Faktor-faktor
yang MempengaruhiPermintaandanPenawaran
Permintaan
seseorang atau suatu masyarakat akan suatu barang ditentukan oleh banyak
faktor. Diantara faktor-faktor tersebut yang terpenting adalah :
1. Harga barang itu sendiri
2. Harga barang-barang lain yang
bersifat substitutif terhadap barang tersebut
3. Pendapatan rumah-tangga atau
pendapatan masyarakat
4. Selera seseorang atau masyarakat
5. Jumlah penduduk.
Fungsi
permintaan ( demand function) adalah persamaan yang menunjukkan hubungan antara
jumlah permintaan suatu barang dan semua faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Berdasarkan
faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan seperti yang telah disebutkan
diatas, maka dapat disusun fungsi permintaan umum, sebagai berikut :
Qd = f ( Pq, Ps.i, Y, S, D), di mana
:
Qd = jumlah barang yang diminta
Pq = harga barang itu sendiri
Ps.i = harga barang-barang
substitusi ( i = 1,2,…,n)
Y = pendapatan
S = selera
D = jumlah penduduk.
Pengaruh Faktor-Faktor Selain Harga
Barang Itu Sendiri Terhadap Permintaan
Perubahan
permintaan suatu barang yang dipengaruhi oleh faktor-faktor selain harga barang
itu sendiri, akan ditunjukkan oleh pergeseran kurve permintaan ke kiri atau ke
kanan. Pergeseran ke kiri menunjukkan penurunan jumlah permintaan, sedangkan
pergeseran ke kanan menunjukkan peningkatan jumlah permintaan.
Kurva Penawaran dan Fungsi Penawaran
Faktor – faktor yang mempengaruhi
penawaran :
1.
Hargabarangitusendiri
2.
Hargabarang-barang
lain (barang-barang substitusi)
3.
Biayaproduksi
4.
Tujuan-tujuanperusahaan
5.
Tingkat
teknologi yang digunakan
Kurva penawaran adalah kurva yang menunjukkan hubungan antara
tingkat harga barang tertentu dan jumlah barang tersebut yang ditawarkan oleh
penjual. Kurve ini dibuat atas dasar data riel mengenai hubungan tingkat harga
barang dan jumlah penawaran barang tersebut yang dinyatakan dalam daftar
penawaran (tabel penawaran).
Fungsi
penawaran adalah persamaan yang menunjukkan hubungan antara jumlah barang yang
ditawarkan oleh penjual dan semua faktor yang mempengaruhinya. Fungsi penawaran
secara umum ditulis :
Qs = f (Pq, Pl.i, C, O, T), di mana
:
Qs = jumlah barang yang ditawarkan
Pq = harga barang itu sendiri
Pl.i = harga barang-barang lain (i =
1,2, ….,n)
O = tujuan-tujuan perusahaan
T = tingkat teknologi yang
digunakan.
Pengaruh Faktor-Faktor Selain Harga
Barang Itu Sendiri
Apabila
pengaruh harga barang itu sendiri (Pq) terhadap jumlah barang yang ditawarkan
(Qs) ditunjukkan oleh gerakan naik-turun di sepanjang kurve penawaran, maka
untuk pengaruh harga barang-barang lain (Pl), biaya produksi (C), tujuan-tujuan
perusahaan (O), dan teknologi (T) ditunjukkan oleh pergeseran kurve penawaran
ke kiri atau ke kanan.
Penentuan Harga Pasar dan Jumlah
Barang Yang Diperjualbelikan
Harga pasar atau harga keseimbangan
:
Tingkat
harga di mana jumlah barang yang ditawarkan oleh para penjual sama dengan
jumlah barang yang diminta oleh para pembeli. Pada kondisi demikian dikatakan
bahwa pasar dalam keadaan keseimbangan atau ekuilibrium.
Penentuan
harga dan jumlah barang yang diperjualbelikan dalam keadaankeseimbangan dapat
dilakukan melalui tiga cara :
- tabel (angka)
- grafik (kurve)
- matematik
Untuk
menentukan keadaan keseimbangan pasar kita dapat menggabungkan tabel permintaan
dan tabel penawaran menjadi tabel permintaan dan penawaran.Keadaan keseimbangan
pasar dapat ditentukan dengan menggabungkan kurve permintaan dan kurve
penawaran menjadi kurve permintaan dan penawaran.Keadaan keseimbangan dapat
pula ditentukan secara matematik, yaitu dengan memecahkan persamaan permintaan
dan persamaan penawaran secara serentak atau simultan.
2.4
Penentuan Harga Keseimbangan
Dalam
ilmu ekonomi, harga keseimbangan atau harga ekuilibrium adalah harga yang
terbentuk pada titik pertemuan kurva permintaan dan kurva penawaran.
Terbentuknya harga dan kuantitas keseimbangan di pasar merupakan hasil
kesepakatan antara pembeli (konsumen) dan penjual (produsen) di mana kuantitas
yang diminta dan yang ditawarkan sama besarnya. Jika keseimbangan ini telah
tercapai, biasanya titik keseimbangan ini akan bertahan lama dan menjadi
patokan pihak pembeli dan pihak penjual dalam menentukan harga.
Untuk
menentukan keadaan keseimbangan pasar kita dapat menggabungkan tabel permintaan
dan tabel penawaran menjadi tabel permintaan dan penawaran. Keadaan
keseimbangan pasar dapat ditentukan dengan menggabungkan kurve permintaan dan
kurve penawaran menjadi kurve permintaan dan penawaran. Keadaan keseimbangan
dapat pula ditentukan secara matematik, yaitu dengan memecahkan persamaan
permintaan dan persamaan penawaran secara serentak atau simultan.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Industri Kopi Indonesia
Indonesia
merupakan negara produsen kopi keempat terbesar dunia setelah Brazil, Vietnam
dan Colombia. Dari total produksi, sekitar 67% kopinya diekspor sedangkan
sisanya (33%) untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Tingkat konsumsi
kopi dalam negeri berdasarkan hasil survei LPEM UI tahun 1989 adalah sebesar 500
gram/kapita/tahun. Dewasa ini kalangan pengusaha kopi memperkirakan
tingkat konsumsi kopi di Indonesia telah mencapai 800
gram/kapita/tahun. Dengan demikian dalam kurun waktu 20 tahun peningkatan
konsumsi kopi telah mencapai 300 gram/kapita/tahun.
3.1.1 Perkembangan Kebutuhan Kopi
Sebagai
negara produsen, Ekspor kopi merupakan sasaran utama dalam memasarkan
produk-produk kopi yang dihasilkan Indonesia. Negara tujuan ekspor adalah
negara-negara konsumer tradisional seperti USA, negara-negara Eropa dan Jepang.
Seiring dengan kemajuan dan perkembangan zaman, telah terjadi peningkatan
kesejahteraan dan perubahan gaya hidup masyarakat Indonesia yang akhirnya
mendorong terhadap peningkatan konsumsi kopi. Hal ini terlihat dengan
adanya peningkatan pemenuhan kebutuhan dalam negeri yang pada awal tahun
90an mencapai 120.000 ton, dewasa ini telah mencapai sekitar 180.000 ton.
Oleh
karena itu, secara nasional perlu dijaga keseimbangan dalam pemenuhan kebutuhan
kopi terhadap aspek pasar luar negeri (ekspor) dan dalam negeri (konsumsi kopi)
dengan menjaga dan meningkatkan produksi kopi nasional.
3.1.2 Pola Konsumsi Kopi
Ditilik
dari sejarah perkembangan kopi di Indonesia, sejak kopi menjadi salah satu
komoditi andalan Pemerintah Hindia Belanda pada awal tahun 1900an, kopi-kopi
yang dihasilkan oleh perkebunan yang dikelola oleh Pemerintah Hindia Belanda
hampir semuanya diekspor. Kopi-kopi yang berkualitas rendah dan
tidak laku dieksporlah yang dijual atau diberikan kepada rakyat dan buruh kebun
untuk dijadikan minuman. Selera minum kopi dari bahan kopi
yang berkualitas rendah ini terbawa secara turun temurun hingga sekarang dan
bahkan dibeberapa daerah khususnya di Jawa, kopinya dicampur dengan beras atau
jagung (dikenal dengan kopi jitu = kopi siji jagung pitu). Dengan meningkatnya
taraf hidup dan pergeseran gaya hidup masyarakat perkotaan di Indonesia telah
mendorong terjadinya pergeseran dalam pola konsumsi kopi khususnya pada kawula
muda. Generasi muda pada umumnya lebih menyukai minum kopi instant, kopi three
in one maupun minuman berbasis expresso yang disajikan di café-café.
Sedangkan kopi tubruk (kopi bubuk) masih merupakan konsumsi utama
masyarakat/penduduk di pedesaan dan golongan tua.
3.1.3 Struktur Industri Kopi Dalam Negeri
Secara
garis besar industri kopi dalam negeri dapat digolongkan kedalam 3 Kelompok,
yaitu:
1.
Industri kopi olahan kelas kecil (Home Industri)
Industri
yang tergolong dalam kelompok ini adalah industri yang bersifat rumah tangga
(home industri) dimana tenaga kerjanya adalah anggota keluarga dengan
melibatkan satu atau beberapa karyawan. Produknya dipasarkan di warung
atau pasar yang ada disekitarnya dengan brand name atau tanpa brand name.
Industri yang tergolong pada kelompok ini pada umumnya tidak terdaftar di Dinas
Perindustrian maupun di Dinas POM. Industri pada kelompok ini tersebar di
seluruh daerah penghasil kopi.
2.
Industri kopi olahan kelas menengah
Industri
kopi yang tergolong pada kelompok ini merupakan industri pengolahan kopi yang
menghasilkan kopi bubuk atau produk kopi olahan lainnya seperti minuman kopi
yang produknya dipasarkan di wilayah Kecamatan atau Kabupaten tempat produk
tersebut dihasilkan. Produknya dalam bentuk kemasan sederhana yang pada
umumnya telah memperoleh Izin dari Dinas Perindustrian sebagai produk Rumah
tangga. Industri kopi olahan kelas menengah banyak dijumpai di sentra produksi
kopi seperti di Lampung, Bengkulu, Sumatera Selatan, Sumatera Utara dan Jawa
Timur.
3.
Industri kopi olahan kelas Besar
Industri
kopi kelompok ini merupakan industri pengolahan kopi yang menghasilkan kopi
bubuk, kopi instant atau kopi mix dan kopi olahan lainnya yang produknya
dipasarkan di berbagai daerah di dalam negeri atau diekspor. Produknya
dalam bentuk kemasan yang pada umumnya telah memperoleh nomor Merek Dagang dan
atau label lainnya. Beberapa nama industri kopi yang tergolong sebagai industri
kopi ini adalah PT Sari Incofood Corp, PT. Nestle Indonesia, PT Santos Jaya
Abadi, PT Aneka Coffee Industri, PT Torabika Semesta dll.
3.2 Kondisi Kopi di Daerah Indonesia
Harga
kopi Robusta dan Arabika di tingkat global mengalami kenaikan sangat signifikan
dalam tiga tahun terakhir. Pada transaksi April 2011 harga kopi Robusta
tercatat US$ 259 per ton, sangat jauh dibandingkan dengn harga rata-rata pada
2009 yang hanya US$ 165 per ton. Demikian pula, harga kopi Arabika yang
tercatat telah melampaui US$ 660 per ton, suatu lonjakan tinggi dibandingkan
dengan harga rata-rata pada 2009 yang hanya US$ 317 per ton. Dengan kinerja
ekspor yang mencapai 300 ribu ton saja, maka devisa yang dapat dikumpulkan
Indonesia mampu mencapai US$ 77,7 juta.
Usahatani
kopi di Indonesia melibatkan petani kopi rakyat dengan jumlah banyak, dan
berkontribusi pada jutaan ekonomi rumah tangga, kecuali sistem produksi yang
dilakukan oleh PT Perkebunan Nusantara (PTPN 12) di Jawa Timur. Produksi kopi
hanya berkisar 500 ribu ton dan produktivitas hanya di bawah 900 kilogram per
hektare, masih jauh dari potensi produksi yang sebenarnya, seandainya teknis
budidaya dan pasca panen diterapkan secara baik dan benar. Selama ini sebagian
besar produksi kopi Indonesia dijual ke pasar global, karena tingkat konsumsi
kopi di Indonesia masih tergolong sangat rendah, hanya 120 ribu ton per tahun.
Rendahnya tingkat konsumsi kopi di dalam negeri sebenarnya merupakan peluang
besar untuk mengembangkan pasar kopi domestik, yang dapat berkontribusi pada pembangunan
ekonomi Indonesia.
Areal
produksi kopi di Indonesia diperkirakan sekitar 1,3 juta hektare, yang tersebar
dari Sumatra Utara, Jawa dan Sulawesi. Kopi jenis Robusta umumnya ditanam
petani di Sumatra Selatan, Lampung, dan Jawa Timur, sedangkan kopi jenis
Arabika umumnya ditanam petani di Aceh, Sumatra Utara, Sulawesi Selatan, Bali
dan Flores. Produktivitas kopi nasional yang sangat rendah tersebut masih
sangat jauh dibandingkan dengan produktivitas kopi di Vietnam yang mencapai 3
ton per hektare. Di Indonesia, produktivitas kopi Robusta lebih tinggi
dari produktivitas kopi Arabika yang akhir-akhir ini mulai banyak digemari
petani Indonesia. Permintaan dunia yang tinggi terhadap kopi Arabika juga
telah ikut mendorong Indonesia untuk meningkatkan produksi dan produktivitas
kopi Arabika ini, yang secara rata-rata memiliki harga yang lebih tinggi.
Sebagian
besar (80 persen) dari total 300 ribu ton ekspor kopi Indonesia adalah Robusta,
dan sebagian kecil saja ekspor kopi Arabika, sehingga petani kopi Indonesia
yang sebagian besar juga produsen kopi Robusta juga sangat terpukul atas
penurunan harga kopi global sejak paruh kedua tahun 2008.
Berhubung
permintaan yang semakin meningkat terhadap kopi Arabika – atau juga dikenal
dengan kopi spesialti – maka Indonesia telah secara sistematis berusaha
mengembangkan jenis kopi eksotik dan aroma yang kuat ini, seperti Kopi Gayo,
Kopi Mandailing, Kopi Toraja, Kopi Kintamani-Bali dan sebagainya. Dengan
semakin kondusifnya suasana kemanan sosial-politik di Aceh, maka produksi dan
produktivitas kopi juga diharapkan meningkat karena petani kopi semakin percaya
diri untuk pergi ke ladang dan mengurus kopinya.
Provinsi
Lampung dan Sumatra Selatan adalah sentra produksi kopi Robusta di Indonesia,
dengan total produksi mencapai 320 ribu ton. Sedangkan Provinsi Aceh dan
Sumatra Utara adalah sentra kopi Arabika, walaupun produksinya masih berkisar
35 ribu ton setiap tahun. Jawa Timur adalah salah satu sentra produksi
kopi Arabika yang juga cukup besar, dan akhir-akhir ini telah mengembangkan
kopi Arabika karena dorongan permintaan dunia yang juga cukup besar. Hal yang
lebih menarik adalah bahwa sistem produksi kopi di Jawa Timur juga melibatkan usaha
skala besar, karena PT Perkebunan Nusantara (PT PN 12) telah cukup lama
berkecimpung dalam usahatani kopi. Pergeseran dari kopi Robusta ke kopi Arabika
juga banyak dipicu dan dipelopori oleh PTPN, yang telah terlebih dahulu
menjalin kontak dengan pembeli kopi di pasar global.
Berbeda
halnya dengan sistem prouksi dan perdagangan kopi di Indonesia, di Sumatra
Bagian Selatan seperti di Lampung, Sumatra Selatan dan Bengkulu yang didominasi
oleh kopi Robusta, inisiatif baru tentang sertifikasi produk belum banyak
dilakukan. Beberapa sentra produksi, terutama yang berbatasan dengan hutan
lindung dan Taman Nasional seperti di daerah Sumberjaya, Lampung Barat
sebenarnya telah mencoba mengikuti prinsip-prinsip keberlanjutan sistem
produksi kopi. Pada kesempatan lain (Arifin dkk, 2008) penulis melakukan
penelusuran mendalam tentang pemasyarakatan tanaman naungan, melalui program
Hutan Kemasyarakatan (HKm), yang menekankan prinsip-prinsip wana-tani atau
sistem agroforesti yang bernuansa multi-strata. Petani kopi pada Daerah Aliran
Sungai Way Besai di Lampung Barat itu dapat meningkatkan produksi dan
pendapatan rumah tangganya, karena tanama naungan telah memberikan tambahan
penerimaan yang signifikan. Walaupun pada skala dan sofistikasi yang agak
berebda, petani kopi yang memanfaatkan pola tanam multi-strata dan tanaman
naungan pada Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman di Kabupaten Pesawaran
seharusnya memiliki karakteristik yang tidak jauh berbeda dengan petani di
Lampung Barat, karena mereka menerapkan pola multi-strata HKm sebagaimana
dijelaskan.
Di
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, beberapa koperasi petani kopi telah mulai
dibentuk, sebagaimana disyaratkan dalam suatu proses sertifikasi, sehingga
insiatif global ini benar-benar diharapkan dapat berfungsi sebagai salah satu
upaya pengelolaan ekosistem Leuser di Aceh, yang sampai saat ini memperoleh
ancaman yang tidak kecil. Di Aceh dan Sumatra Utara, yang banyak didominas oleh
kopi Arabika, standarisasi internasional telah mulai diterapkan, karena
Starbucks telah mampu menyerap kopi spesialti sekitar 30 ribu ton dari Sumatra
Bagian Utara tersebut.
Biji
kopi yang diekspor langsung dari Pelabuhan Belawan di Medan sebenarnya telah
mendekati harga premium di pasar global. Sedangkan di Toraja dan Enrekang di
Sulawesi Selatan, kopi Arabika diekspor melalui Pelabuhan Soekarno-Hatta di
Makassar, umumnya dengan tujuan pasar Jepang dan AS. Sistem produksi kopi di
Toraja masih amat tradisional, tidak menggunakan pupuk dan pestisida, sehingga
produktivitas masih sulit untuk ditingkatkan walaupun permintaan global dan
dari pasar domestik demikian besar. Beberapa kelompok tani telah dimobilisasi
untuk diikutsertakan dalam program atau skema sertifikasi kopi, seperti Organik
dan lain-lain.
3.3 Analisis Saling-Pengaruh Harga Kopi Indonesia dan Dunia
Sasaran
pasar komoditas kopi Indonesia sampai saat ini masih mengarah ke pasar ekspor
yang tersebar di berbagai kota besar di negara maju, karena konsumsi per kapita
di dalam negeri sendiri masih sangat rendah dan pertumbuhannya pun juga rendah,
sementara di pusat-pusat konsumen di luar negeri pertumbuhan konsumsi tampaknya
cukup mantap.
Produksi
kopi Indonesia saat ini mencapai sekitar 650 ribu ton per tahun. Sebagian besar
dari jumlah itu sampai saat ini diekspor ke berbagai negara di
dunia seperti Amerika Serikat, Jerman, Jepang, Italia dan Singapura.
Jumlahnya sekitar 500 ribu ton per tahun. Ekspor dari Indonesia ini
relatif kecil disbanding kebutuhan kopi dunia yang mencapai sekitar 6 juta ton
per tahun. Meski demikian, kopi hasil produksi para petani di Indonesia itu
sangat diminati di pasaran dunia karena memiliki mutu yang cukup tinggi. Di
Indonesia, produktivitas kopi Robusta lebih tinggi dari produktivitas kopi
Arabika yang akhir ini mulai banyak digemari petani Indonesia. Permintaan
dunia yang tinggi terhadap kopi Arabika juga telah ikut mendorong Indonesia
untuk meningkatkan produksi dan produktivitas kopi Arabika ini, yang secara
rata-rata memiliki harga yang lebih tinggi.
Wakil
Ketua Umum Asosiasi Eksportir dan Industri Kopi Indonesia (AEKI)
Pranoto Soenarto dalam seminar Commodity Price Outlook 2012,memperkirakan
konsumsi kopi nasional bisa naik 20 persen pada tahun ini. Seandainya 10 persen
saja penduduk Indonesia minum kopi hingga tiga cangkir per hari, produksi kita
habis diserap lokal.
AEKI
mencatat, saat ini ada sekitar lima perusahaan pengolah kopi skala besar, yakni
PT Santos Jaya Abadi, PT Nestle Indonesia, PT Torabika Eka Semesta, PT Aneka
Coffee Industri, dan PT Sari Incofood Corp. Skala menengah diantaranya adalah,
PT Ayam Merak, PT Inbraco, PT Bola Dunia, PT naga Sanghie, dan PT Tri Menggolo
Dento.
Ulah
trader atau pedagang asing dinilai merugikan pengusaha kopi nasional. Sebab,
banyak trader asing yang langsung membeli komoditas tersebut di tingkat
petani. Apalagi, kini kopi indonesia menjadi rebutan para pembeli di
pasar internasional. Perilaku trader asing sangat mengganggu pelaku bisnis
nasional. Biasanya, trader tersebut melakukan jemput bola dengan membeli kopi
di tingkat petani, sehingga tanpa melalui jalur perusahaan lokal.
AEK1
mengeluhkan dominasi pedagang asing yang menguasai perdagangan kopi di dalam
negeri dengan volume mencapai 60% dari total produksi 560.000 ton pada tahun
lalu. Tekanan pedagang asing tersebut menyebabkan pedagang lokal semakin sulit
bersaing mendapatkan kopi dari petani.Mereka [pedagang asing] lebih kompetitif,
karena suku bunga pinjaman di luar negeri lebih rendah dibanding dengan suku
bunga di dalam negeri. Suku bunga di luar negeri hanya 2%, kita bayar bunga
masih di atas 10%, sehingga pedagang asing berani membeli dengan harga lebih
tinggi.
3.4 Diprediksikan Pasokan Kopi Langka
United
States Department of Agriculture memproyeksikan produksi kopi dunia pada
periode 2011/2012 turun 2,1% akibat penurunan panen di Brasil yang
merupakan negeri penghasil kopi terbesar. Berdasarkan laporan bertajuk Coffee
World Markets and Trade yang dirilis departemen AS tersebut, produksi komoditas
bahan minuman tersebut pada periode 2011/2012 hanya 135 juta bag.
Pada
tahun lalu, berdasarkan data yang dipublikasikan kemarin, produksi kopi di
seantero dunia mencapai 137,9 juta bag. Setiap bag sama dengan 60 kg atau 120
pounds. Penurunan tersebut karena tanaman kopi di Brasil mulai memasuki siklus
turun produktivitas.
Pada
tahun depan, negeri di Amerika Latin ini diperkirakan hanya akan menghasilkan
49,2 juta bag kopi, turun 9,7% dibandingkan dengan pencapaian pada periode yang
sama tahun lalu. Sebaliknya, permintaan dunia akan komoditas yang mengandung
kafein tersebut diyakini akan bertumbuh 1,1% menjadi 133,957 juta bag. Khusus
di AS, permintaan kopi akan bertumbuh 0,8% menjadi 24,15 juta bag.
Moenardji
menuturkan inti permasalahan yang dihadapi adalah peningkatan konsumsi dunia
yang sangat tinggi. Sekarang konsumsi kopi dunia sekitar 7,8 juta ton pada
tahun lalu. Padahal, pada 15 tahun lalu hanya 4,8 juta ton. Jadi memang
terjadi pertumbuhan konsumsi kopi yang cukup besar.
Moenardji
mengatakan, Inti dari konsferensi kopi internasional belum lama ini yaitu
masalah ketatnya pasokan dan konsumsi yang terus meningkat. International
Coffee Organization (1CO), katanya, meminta negara produsen kopi untuk
meningkatkan produksi sekaligus kualitas kopi. Meningkatkan produksi untuk
mengamankan jaminan pangsa pasar, katanya, negara produsen kopi harus mulai
menggalakkan peningkatan produksi di dalam negeri. "Sambil tetap mengisi
pasar ekspor. Sebagai perlindungan sehingga tidak semata-mata mengandalkan
pasar ekspor, tetapi juga harus meningkatkan pasokan di dalam pasar domestic. Jika
bergantung penuh pada pasar ekspor, terjadi gejolak ekonomi di negara tujuan,
kinerja ekspor akan terganggu sebagaimana yang terjadi tahun lalu. Moenardji
optimistis dapat meningkatkan konsumsi kopi di dalam negeri mengingat pasar
dalam negeri sangat potensial dan konsumsi domestik meningkat. Produsen harus
meningkatkan produksi kopi dan juga peningkatan kualitas. Ini penting, karena
prospek kebutuhan akan kopi ini sangat besar baik di pasar ekspor maupun di
dalam pasar domestik.
Dijelaskan
harga kopi robusta lebih murah dibandingkan dengan kopi Arabika, kendati volume
Arabika di pasar dunia mencapai 70%, sedangkan kopi robusta hanya 30%. Berbeda
dengan kondisi di Indonesia, justeru produksi kopi robusta mencapai 80%,
sedangkan arabika hanya 20% dari total produksi kopi.
3.5 Tantangan Kedepan
AEKI
menyimpulkan kondisi terkini perkopian di dalam negeri dalam menghadapi
tantangan dan persaingan industri perkopian nasional ditengah dinamika global.
Pertama, menyikapi tuntutan pembangunan ekonomi domestik dan perubahan
lingkungan ekonomi internasional, baik karena pengaruh liberalisasi ekonomi
maupun karena perubahan-perubahan fundamental dalam pasar produk pertanian
internasional.Kedua, perubahan pada sisi permintaan yang menuntut
kualitas tinggi, kuantitas besar, ukuran seragam, ramah lingkungan, kontinuitas
produk dan penyampaian secara tepat waktu, serta harga yang kompetitif. Dari
sisi penawaran yang terkait dengan produksi, perlu diperhatikan masalah
pengurangan luas lahan produktif, perubahan iklim yang tidak menentu akibat fenomena
El-Nino dan La-Nina serta pemanasan global, adanya penerapan bioteknologi dalam
proses produksi dan pasca panen, dan aspek pemasaran.Ketiga, untuk menjadikan
produk kopi dan olahannya mempunyai daya saing kuat, baik di dalam maupun di
luar negeri dibutuhkan pengetahuan secara rinci preferensi konsumen yang
berkembang, termasuk meningkatnya tuntutan konsumen akan informasi nutrisi
serta jaminan kesehatan dan keamanan produk-produk pertanian. Keempat,
munculnya negara-negara pesaing (competitor) yang menghasilkan produk sejenis
(Vietnam dan India) semakin mempersulit pengembangan pasar kopi, baik di
negara- negara tujuan ekspor tradisional (Amerika Serikat, Jerman dan Jepang)
maupun negaranegara tujuan ekspor baru (wilayah potensil pengembangan).Namun demikian,
masih terdapat peluang- peluang untuk pengembangan perkopian Indonesia sebagai
berikut.
Pertama,
permintaan produk-produk kopi dan olahannya masih sangat tinggi, terutama di
pasar domestik dengan penduduk yang melebihi 200 juta jiwa merupakan pasar
potensial.
Kedua,
peluang ekspor terbuka terutama bagi negara pengimpor wilayah nontradisional
seperti Asia Timur, Asia Selatan, Timur Tenga dan Eropa Timur. Walaupun
perdagangan ke Timur Tengah masih sering terjadi dispute payment.
Ketiga,
kelimpahan sumberdaya alam dan letak geografis di wilayah tropis merupakan
potensi besar bagi pengembangan agribisnis kopi. Produk kopi memiliki sentra
produksi on-farm, yang hanya membutuhkan keterpaduan dengan industri pengolahan
dan pemasarannya.
Keempat,
permintaan produk kopi olahan baik pangan maupun non pangan cenderung mengalami
kenaikan setiap tahun, sebagai akibat peningkatan kesejahteraan penduduk,
kepraktisan dan perkembangan teknologi hilir. Kelima, tersedianya
bengkel-bengkel alat dan mesin pertanian di daerah serta tersedianya tenaga
kerja. Seperti alat pemecah biji kopi, alat pengupas kulit kopi, dan lantai
jemur.
3.6 Harga Kopi Melemah di Tengah Ketidakpastian Pasar
Harga
kopi Robusta turun dari Rp 3.500 - 3.800 / kg menjadi Rp 3.000 / kg, sementara kopi
Arabika tinggal Rp 14.000 - 15.000 / kg dari harga semula Rp 15.000 - 16.000 /
kg. Harga kopi Arabika pada perdagangan kemarin ditutup melemah melewati
rata-rata pergerakan (moving average) dalam 40 hari perdagangan di
tengah penyempitan kontrak Maret/Mei.
Pasar
dilanda aksi short coveringakan tetapi pada akhir hari perdagangan
terjadi aksi spekulasi jual setelah gagal menembus level tertinggi pada
perdagangan dua sesi sebelumnya.
Harga
kopi Arabika di ICE untuk kontrak Maret ditutup melemah 4,9 sen atau 2,2
persen. Volume perdagangan untuk kontrak Maret mencapai 16.732 lot, sementara
total volume untuk semua bulan mencapai 31.772 lot.
Sementara
itu menurut informasi dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi, Jumat
(10/2/2012), harga kopi di Bandar Lampung diperdagangkan pada Rp.18.900/kg.
Harga kopi di Bandar Lampung menurun Rp.1389/kg atau melemah 6.8% dibandingkan
perdagangan tanggal 2 Februari 2012 .
Ekspor
kopi robusta Indonesia ke Jepang senilai 1,35 juta dollar AS per tahun
terhambat, menyusul rendahnya ambang batas residu pestisida karbaril yang
diterapkan sejak 2009 oleh Pemerintah Negeri Sakura itu.
Kopi
robusta yang ditolak masuk ke Jepang, kendati sudah berada di pelabuhan negara
itu bisa mencapai 20-30 kontainer per tahun, dengan nilai sekitar 45.000 dollar
AS per kontainer. Gabungan Eksportir Kopi Indonesia (GAEKI) bersama pemerintah
sedang mengupayakan agar ambang batas bisa direvisi, sehingga ekspor kopi
robusta ke Jepang bisa kembali maksimal dan diharapkan penurunan sudah bisa dilakukan
sebelum panen kopi pada Juni.
Pemerintah
Jepang menerapkan ambang batas residu pestisida karbaril sebesar 0,01 persen ,
yang dinilai cukup rendah bagi eksportir kopi. Adapun, kopi robusta sering
terkena karbaril.Jepang merupakan pasar yang besar bagi Indonesia. Tiga negara
terbesar pasar ekspor kopi Indonesia adalah Jerman, Jepang, dan A merika
Serikat.
Meskipun
Indonesia merupakan salah satu negara penghasil terbesar kopi, nyatanya masih
melakukan impor berkisaran
40.000-50.000 ton kopi dari Vietnam pada tahun lalu. Pada tahun ini produksi
kopi diperkirakan 600.000 ton, untuk pasar domestik 200.000 ton dan sisanya
ekspor.Volume ekspor tidak bisa dikurangi karena tingginya permintaan dunia
terhadap kopi Indonesia.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Kondisi keseimbangan yang terjadi di pasar tentunya
menjadi relatif tidak stabil apabila ada kekuatan-kekuatan yang mendorong harga
dan jumlah barang atau komoditas yang pada akhirnya akan mencapai keseimbangan
baru. Berkaitan dengan aspek ini, di pasar ada kemungkinan akan terjadi
kelebihan barang atau komoditas yang ditawarkan (surplus) dan kekurangan barang
atau komoditas yang ditawarkan atau kelebihan barang atau komoditas yang
diminta (shortage).
Proses penyesuaian pasar menuju
keseimbangan akan dipengaruhi oleh beberapa kondisi antara lain: (1) permintaan
yang berubah, di mana penawaran tetap; (2) Penawaran yang berubah, di mana
permintaan tetap; dan (3) Permintaan dan penawaran yang berubah secara
simultan.Dalam jangka panjang, perusahaan dapat berubah ukuran rencana, dan
meninggalkan atau masuk ke industri atau pasar. Posisi ekuilibrium jangka
panjang dari perusahaan adalah bila titik minimum dari biaya rata-rata jangka
panjang sama dengan harga.
5.2 Saran
Meskipun Indonesia merupakan
salah satu negara penghasil terbesar kopi, nyatanya masih melakukan impor
berkisaran
40.000-50.000 ton kopi dari Vietnam pada tahun lalu.Diharapkanpadatahunini Indonesia
dapatmeningkatkannilaieksportdenganmeningkatkanjumlahproduksi kopi yang
lebihbaik.Kualitas kopi danjumlahproduksi kopi
sangatlahberpengaruhpadajumlahpermintaanpasarlokalmaupundunia.Untukitupetaniharuslebihmengintensifkanproduktivitas
kopi yang berkualitassedangkanpemerintahharusmembantumelakukanpenawaranterhadap
Negara lain sehinggapermintaanakan kopi Indonesia akanmeningkat.
DAFTAR PUSTAKA
http://bisniskeuangan.kompas.com/hil-n12industri
kopi.htm , 28 maret 2012
BISNIS & INVESTASI : Kopi Indonesia Dalam Kancah Pasar Global.note.php kopi.htm, 28 maret 2012
Bustanul Arifin, Guru Besar Ilmu
Ekonomi Pertanian UNILA dan Ekonom Senior INDEF
Wahana,
Jaka dan Kirbrandoko, 1995, Pengantar Mikro Ekonomi Jilid I,
Terjemahan Cetakan pertama, Binarupa Aksara, Jakarta