Rabu, 06 Juni 2012




BAB I
PENDAHULUAN


1.1  LATAR BELAKANG

Ilmu ekonomi dimulai dan diakhiri dengan hukum permintaan dan penawaran. Hukum  yang dikenal dengan hukum penawaran dan permintaan memang merupakan bagian yang terpenting dalam pemahaman kita mengenai sistem pasar.
Pertama kita perlu mengetahui apa saja yang mempengaruhi permintaan dan penawaran komoditi tertentu berikutnya baru kita dapat melihat bagaimana permintaan dan penawaran bersama-sama menentukan harga serta bagaimana sistem harga itu secara keseluruhan memungkinkan sistem perekonomian bereaksi terhadap perubahan permintaan dan perubahan penawaran. Permintaan dan penawaran membantu kita dalam memahami keberhasilan sistem harga dan juga kegagalannya.

1.2 TUJUAN

a.       Mengertidanmemahamimengenaihukumpermintaandanpenawaran

b.      Mengertidanmemahamimengenaihukumpermintaandanpenawarankhususnyapadakomoditas kopi

c.       Mengertidanmemahamifaktor-faktor yang mempengaruhipermintaandanpenawaran

d.      Mengertidanmemahamipenentuan harga keseimbangan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA


2.1     Pengertian Permintaan dan Penawaran
Permintaan adalah jumlah barang atau komoditi yang diminta oleh pembeli untuk memenuhi kebutuhan masyarakat sosial dalam suatu pasar ekonomi sedangkan penawaran adalah jumlah barang atau komoditi yang akan diproduksi dan ditawarkan untuk dijual dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat sosial dalam suatu pasar ekonomi.
2.2    HukumPermintaandanPenawaran

Hukum permintaan adalah makin tinggi harga suatu barang, makin sedikit jumlah barang yang diminta dan sebaliknya makin rendah harga suatu barang makin banyak jumlah barang yang diminta. Adanya kenaikan permintaan menyebabkan kenaikan harga pada harga ekuilibrium maupun kuantitas ekuilibrium. Penurunan permintaan akan menyebabkan penurunan harga ekuilibrium maupun kuantitas ekuilibrium.
Hukum penawaran adalah makin tinggi harga suatu barang, makin banyak jumlah barang yang ditawarkan oleh para penjual dan sebaliknya makin rendah harga suatu barang, makin sedikit jumlah barang yang ditawarkan. Kenaikan harga penawaran akan menyebabkan penurunan harga ekuilibrium dan menyebabkan kenaikan kuantitas ekuilibrium. Penurunan penawaran menyebabkan kenaikan harga ekuilibrium dan menyebabkan penurunan kuantitas ekulibrium
Kurva permintaan  adalah suatu kurve yang menggambarkan sifat hubungan antara harga suatu barang dan jumlah barang tersebut yang diminta oleh para pembeli. Kurve permintaan dibuat berdasarkan data riil di masyarakat tentang jumlah permintaan suatu barang pada berbagai tingkat harga, yang disajikan dalam bentuk tabel.

2.3    Faktor-faktor yang MempengaruhiPermintaandanPenawaran
Permintaan seseorang atau suatu masyarakat akan suatu barang ditentukan oleh banyak faktor. Diantara faktor-faktor tersebut yang terpenting adalah :
1.    Harga barang itu sendiri
2.    Harga barang-barang lain yang bersifat substitutif terhadap barang tersebut
3.    Pendapatan rumah-tangga atau pendapatan masyarakat
4.    Selera seseorang atau masyarakat
5.    Jumlah penduduk.
Fungsi permintaan ( demand function) adalah persamaan yang menunjukkan hubungan antara jumlah permintaan suatu barang dan semua faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan seperti yang telah disebutkan diatas, maka dapat disusun fungsi permintaan umum, sebagai berikut :
Qd = f ( Pq, Ps.i, Y, S, D), di mana :
Qd = jumlah barang yang diminta
Pq = harga barang itu sendiri
Ps.i = harga barang-barang substitusi ( i = 1,2,…,n)
Y = pendapatan
S = selera
D = jumlah penduduk.
Pengaruh Faktor-Faktor Selain Harga Barang Itu Sendiri Terhadap Permintaan
Perubahan permintaan suatu barang yang dipengaruhi oleh faktor-faktor selain harga barang itu sendiri, akan ditunjukkan oleh pergeseran kurve permintaan ke kiri atau ke kanan. Pergeseran ke kiri menunjukkan penurunan jumlah permintaan, sedangkan pergeseran ke kanan menunjukkan peningkatan jumlah permintaan.
Kurva Penawaran dan Fungsi Penawaran
Faktor – faktor yang mempengaruhi penawaran :
1.         Hargabarangitusendiri
2.         Hargabarang-barang lain (barang-barang substitusi)
3.         Biayaproduksi
4.         Tujuan-tujuanperusahaan
5.         Tingkat teknologi yang digunakan
Kurva penawaran adalah kurva yang menunjukkan hubungan antara tingkat harga barang tertentu dan jumlah barang tersebut yang ditawarkan oleh penjual. Kurve ini dibuat atas dasar data riel mengenai hubungan tingkat harga barang dan jumlah penawaran barang tersebut yang dinyatakan dalam daftar penawaran (tabel penawaran).
Fungsi penawaran adalah persamaan yang menunjukkan hubungan antara jumlah barang yang ditawarkan oleh penjual dan semua faktor yang mempengaruhinya. Fungsi penawaran secara umum ditulis :
Qs = f (Pq, Pl.i, C, O, T), di mana :
Qs = jumlah barang yang ditawarkan
Pq = harga barang itu sendiri
Pl.i = harga barang-barang lain (i = 1,2, ….,n)
O = tujuan-tujuan perusahaan
T = tingkat teknologi yang digunakan.
Pengaruh Faktor-Faktor Selain Harga Barang Itu Sendiri
Apabila pengaruh harga barang itu sendiri (Pq) terhadap jumlah barang yang ditawarkan (Qs) ditunjukkan oleh gerakan naik-turun di sepanjang kurve penawaran, maka untuk pengaruh harga barang-barang lain (Pl), biaya produksi (C), tujuan-tujuan perusahaan (O), dan teknologi (T) ditunjukkan oleh pergeseran kurve penawaran ke kiri atau ke kanan.
Penentuan Harga Pasar dan Jumlah Barang Yang Diperjualbelikan
Harga pasar atau harga keseimbangan :
Tingkat harga di mana jumlah barang yang ditawarkan oleh para penjual sama dengan jumlah barang yang diminta oleh para pembeli. Pada kondisi demikian dikatakan bahwa pasar dalam keadaan keseimbangan atau ekuilibrium.
Penentuan harga dan jumlah barang yang diperjualbelikan dalam keadaankeseimbangan dapat dilakukan melalui tiga cara :
  1. tabel (angka)
  2. grafik (kurve)
  3. matematik
Untuk menentukan keadaan keseimbangan pasar kita dapat menggabungkan tabel permintaan dan tabel penawaran menjadi tabel permintaan dan penawaran.Keadaan keseimbangan pasar dapat ditentukan dengan menggabungkan kurve permintaan dan kurve penawaran menjadi kurve permintaan dan penawaran.Keadaan keseimbangan dapat pula ditentukan secara matematik, yaitu dengan memecahkan persamaan permintaan dan persamaan penawaran secara serentak atau simultan.
2.4  Penentuan Harga Keseimbangan
Dalam ilmu ekonomi, harga keseimbangan atau harga ekuilibrium adalah harga yang terbentuk pada titik pertemuan kurva permintaan dan kurva penawaran. Terbentuknya harga dan kuantitas keseimbangan di pasar merupakan hasil kesepakatan antara pembeli (konsumen) dan penjual (produsen) di mana kuantitas yang diminta dan yang ditawarkan sama besarnya. Jika keseimbangan ini telah tercapai, biasanya titik keseimbangan ini akan bertahan lama dan menjadi patokan pihak pembeli dan pihak penjual dalam menentukan harga.
Untuk menentukan keadaan keseimbangan pasar kita dapat menggabungkan tabel permintaan dan tabel penawaran menjadi tabel permintaan dan penawaran. Keadaan keseimbangan pasar dapat ditentukan dengan menggabungkan kurve permintaan dan kurve penawaran menjadi kurve permintaan dan penawaran. Keadaan keseimbangan dapat pula ditentukan secara matematik, yaitu dengan memecahkan persamaan permintaan dan persamaan penawaran secara serentak atau simultan.

 

 

 

 

 

 



BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Industri Kopi Indonesia

Indonesia merupakan negara produsen kopi keempat terbesar dunia setelah Brazil, Vietnam dan Colombia.  Dari total produksi, sekitar 67% kopinya diekspor sedangkan sisanya (33%) untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.  Tingkat konsumsi kopi dalam negeri berdasarkan hasil survei LPEM UI tahun 1989 adalah sebesar 500 gram/kapita/tahun.  Dewasa ini kalangan pengusaha kopi memperkirakan tingkat  konsumsi kopi di Indonesia telah mencapai 800 gram/kapita/tahun.  Dengan demikian dalam kurun waktu 20 tahun peningkatan konsumsi kopi telah mencapai 300 gram/kapita/tahun.

3.1.1 Perkembangan Kebutuhan Kopi
Sebagai negara produsen, Ekspor kopi merupakan sasaran utama dalam memasarkan produk-produk kopi yang dihasilkan Indonesia.  Negara tujuan ekspor adalah negara-negara konsumer tradisional seperti USA, negara-negara Eropa dan Jepang. Seiring dengan kemajuan dan perkembangan zaman, telah terjadi peningkatan kesejahteraan dan perubahan gaya hidup masyarakat Indonesia yang akhirnya mendorong terhadap peningkatan konsumsi kopi.  Hal ini terlihat dengan adanya peningkatan pemenuhan  kebutuhan dalam negeri yang pada awal tahun 90an  mencapai 120.000 ton, dewasa ini telah mencapai sekitar 180.000 ton.
Oleh karena itu, secara nasional perlu dijaga keseimbangan dalam pemenuhan kebutuhan kopi terhadap aspek pasar luar negeri (ekspor) dan dalam negeri (konsumsi kopi) dengan menjaga dan meningkatkan produksi kopi nasional.

3.1.2 Pola Konsumsi Kopi
Ditilik dari sejarah perkembangan kopi di Indonesia, sejak kopi menjadi salah satu komoditi andalan Pemerintah Hindia Belanda pada awal tahun 1900an, kopi-kopi yang dihasilkan oleh perkebunan yang dikelola oleh Pemerintah Hindia Belanda hampir semuanya diekspor.   Kopi-kopi yang berkualitas rendah dan tidak laku dieksporlah yang dijual atau diberikan kepada rakyat dan buruh kebun untuk dijadikan minuman.    Selera minum kopi dari bahan kopi yang berkualitas rendah ini terbawa secara turun temurun hingga sekarang dan bahkan dibeberapa daerah khususnya di Jawa, kopinya dicampur dengan beras atau jagung (dikenal dengan kopi jitu = kopi siji jagung pitu). Dengan meningkatnya taraf hidup dan pergeseran gaya hidup masyarakat perkotaan di Indonesia telah mendorong terjadinya pergeseran dalam pola konsumsi kopi khususnya pada kawula muda. Generasi muda pada umumnya lebih menyukai minum kopi instant, kopi three in one maupun minuman berbasis expresso yang disajikan di café-café.  Sedangkan kopi tubruk (kopi bubuk) masih merupakan konsumsi utama masyarakat/penduduk di pedesaan dan golongan tua.

3.1.3 Struktur Industri Kopi Dalam Negeri
Secara garis besar industri kopi dalam negeri dapat digolongkan kedalam 3 Kelompok, yaitu:

1.        Industri kopi olahan kelas kecil (Home Industri)
Industri yang tergolong dalam kelompok ini adalah industri yang bersifat rumah tangga (home industri) dimana tenaga kerjanya adalah anggota keluarga dengan melibatkan satu atau beberapa karyawan.  Produknya dipasarkan di warung atau pasar yang ada disekitarnya dengan brand name atau tanpa brand name.  Industri yang tergolong pada kelompok ini pada umumnya tidak terdaftar di Dinas Perindustrian maupun di Dinas POM.  Industri pada kelompok ini tersebar di seluruh daerah penghasil kopi.

2.        Industri kopi olahan kelas menengah
Industri kopi yang tergolong pada kelompok ini merupakan industri pengolahan kopi yang menghasilkan kopi bubuk atau produk kopi olahan lainnya seperti minuman kopi yang produknya dipasarkan di wilayah Kecamatan atau Kabupaten tempat produk tersebut dihasilkan.  Produknya dalam bentuk kemasan sederhana yang pada umumnya telah memperoleh Izin dari Dinas Perindustrian sebagai produk Rumah tangga. Industri kopi olahan kelas menengah banyak dijumpai di sentra produksi kopi seperti di Lampung, Bengkulu, Sumatera Selatan, Sumatera Utara dan Jawa Timur.

3.        Industri kopi olahan kelas Besar
Industri kopi kelompok ini merupakan industri pengolahan kopi yang menghasilkan kopi bubuk, kopi instant atau kopi mix dan kopi olahan lainnya yang produknya dipasarkan di berbagai daerah di dalam negeri atau diekspor.  Produknya dalam bentuk kemasan yang pada umumnya telah memperoleh nomor Merek Dagang dan atau label lainnya. Beberapa nama industri kopi yang tergolong sebagai industri kopi ini adalah PT Sari Incofood Corp, PT. Nestle Indonesia, PT Santos Jaya Abadi, PT Aneka Coffee Industri, PT Torabika Semesta dll.

3.2 Kondisi Kopi di Daerah Indonesia

Harga kopi Robusta dan Arabika di tingkat global mengalami kenaikan sangat signifikan dalam tiga tahun terakhir. Pada transaksi April 2011 harga kopi Robusta tercatat US$ 259 per ton, sangat jauh dibandingkan dengn harga rata-rata pada 2009 yang hanya US$ 165 per ton. Demikian pula, harga kopi Arabika yang tercatat telah melampaui US$ 660 per ton, suatu lonjakan tinggi dibandingkan dengan harga rata-rata pada 2009 yang hanya US$ 317 per ton. Dengan kinerja ekspor yang mencapai 300 ribu ton saja, maka devisa yang dapat dikumpulkan Indonesia mampu mencapai US$ 77,7 juta.
Usahatani kopi di Indonesia melibatkan petani kopi rakyat dengan jumlah banyak, dan berkontribusi pada jutaan ekonomi rumah tangga, kecuali sistem produksi yang dilakukan oleh PT Perkebunan Nusantara (PTPN 12) di Jawa Timur. Produksi kopi hanya berkisar 500 ribu ton dan produktivitas hanya di bawah 900 kilogram per hektare, masih jauh dari potensi produksi yang sebenarnya, seandainya teknis budidaya dan pasca panen diterapkan secara baik dan benar. Selama ini sebagian besar produksi kopi Indonesia dijual ke pasar global, karena tingkat konsumsi kopi di Indonesia masih tergolong sangat rendah, hanya 120 ribu ton per tahun. Rendahnya tingkat konsumsi kopi di dalam negeri sebenarnya merupakan peluang besar untuk mengembangkan pasar kopi domestik, yang dapat berkontribusi pada pembangunan ekonomi Indonesia.
Areal produksi kopi di Indonesia diperkirakan sekitar 1,3 juta hektare, yang tersebar dari Sumatra Utara, Jawa dan Sulawesi. Kopi jenis Robusta umumnya ditanam petani di Sumatra Selatan, Lampung, dan Jawa Timur, sedangkan kopi jenis Arabika umumnya ditanam petani di Aceh, Sumatra Utara, Sulawesi Selatan, Bali dan Flores. Produktivitas kopi nasional yang sangat rendah tersebut masih sangat jauh dibandingkan dengan produktivitas kopi di Vietnam yang mencapai 3 ton per hektare.  Di Indonesia, produktivitas kopi Robusta lebih tinggi dari produktivitas kopi Arabika yang akhir-akhir ini mulai banyak digemari petani Indonesia.  Permintaan dunia yang tinggi terhadap kopi Arabika juga telah ikut mendorong Indonesia untuk meningkatkan produksi dan produktivitas kopi Arabika ini, yang secara rata-rata memiliki harga yang lebih tinggi. 
Sebagian besar (80 persen) dari total 300 ribu ton ekspor kopi Indonesia adalah Robusta, dan sebagian kecil saja ekspor kopi Arabika, sehingga petani kopi Indonesia yang sebagian besar juga produsen kopi Robusta juga sangat terpukul atas penurunan harga kopi global sejak paruh kedua tahun 2008.
Berhubung permintaan yang semakin meningkat terhadap kopi Arabika – atau juga dikenal dengan kopi spesialti – maka Indonesia telah secara sistematis berusaha mengembangkan jenis kopi eksotik dan aroma yang kuat ini, seperti Kopi Gayo, Kopi Mandailing, Kopi Toraja, Kopi Kintamani-Bali dan sebagainya. Dengan semakin kondusifnya suasana kemanan sosial-politik di Aceh, maka produksi dan produktivitas kopi juga diharapkan meningkat karena petani kopi semakin percaya diri untuk pergi ke ladang dan mengurus kopinya.
Provinsi Lampung dan Sumatra Selatan adalah sentra produksi kopi Robusta di Indonesia, dengan total produksi mencapai 320 ribu ton. Sedangkan Provinsi Aceh dan Sumatra Utara adalah sentra kopi Arabika, walaupun produksinya masih berkisar 35 ribu ton setiap tahun.  Jawa Timur adalah salah satu sentra produksi kopi Arabika yang juga cukup besar, dan akhir-akhir ini telah mengembangkan kopi Arabika karena dorongan permintaan dunia yang juga cukup besar. Hal yang lebih menarik adalah bahwa sistem produksi kopi di Jawa Timur juga melibatkan usaha skala besar, karena PT Perkebunan Nusantara (PT PN 12) telah cukup lama berkecimpung dalam usahatani kopi. Pergeseran dari kopi Robusta ke kopi Arabika juga banyak dipicu dan dipelopori oleh PTPN, yang telah terlebih dahulu menjalin kontak dengan pembeli kopi di pasar global.
Berbeda halnya dengan sistem prouksi dan perdagangan kopi di Indonesia, di Sumatra Bagian Selatan seperti di Lampung, Sumatra Selatan dan Bengkulu yang didominasi oleh kopi Robusta, inisiatif baru tentang sertifikasi produk belum banyak dilakukan. Beberapa sentra produksi, terutama yang berbatasan dengan hutan lindung dan Taman Nasional seperti di daerah Sumberjaya, Lampung Barat sebenarnya telah mencoba mengikuti prinsip-prinsip keberlanjutan sistem produksi kopi. Pada kesempatan lain (Arifin dkk, 2008) penulis melakukan penelusuran mendalam tentang pemasyarakatan tanaman naungan, melalui program Hutan Kemasyarakatan (HKm), yang menekankan prinsip-prinsip wana-tani atau sistem agroforesti yang bernuansa multi-strata. Petani kopi pada Daerah Aliran Sungai Way Besai di Lampung Barat itu dapat meningkatkan produksi dan pendapatan rumah tangganya, karena tanama naungan telah memberikan tambahan penerimaan yang signifikan. Walaupun pada skala dan sofistikasi yang agak berebda, petani kopi yang memanfaatkan pola tanam multi-strata dan tanaman naungan pada Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman di Kabupaten Pesawaran seharusnya memiliki karakteristik yang tidak jauh berbeda dengan petani di Lampung Barat, karena mereka menerapkan pola multi-strata HKm sebagaimana dijelaskan.
Di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, beberapa koperasi petani kopi telah mulai dibentuk, sebagaimana disyaratkan dalam suatu proses sertifikasi, sehingga insiatif global ini benar-benar diharapkan dapat berfungsi sebagai salah satu upaya pengelolaan ekosistem Leuser di Aceh, yang sampai saat ini memperoleh ancaman yang tidak kecil. Di Aceh dan Sumatra Utara, yang banyak didominas oleh kopi Arabika, standarisasi internasional telah mulai diterapkan, karena Starbucks telah mampu menyerap kopi spesialti sekitar 30 ribu ton dari Sumatra Bagian Utara tersebut.
Biji kopi yang diekspor langsung dari Pelabuhan Belawan di Medan sebenarnya telah mendekati harga premium di pasar global. Sedangkan di Toraja dan Enrekang di Sulawesi Selatan, kopi Arabika diekspor melalui Pelabuhan Soekarno-Hatta di Makassar, umumnya dengan tujuan pasar Jepang dan AS. Sistem produksi kopi di Toraja masih amat tradisional, tidak menggunakan pupuk dan pestisida, sehingga produktivitas masih sulit untuk ditingkatkan walaupun permintaan global dan dari pasar domestik demikian besar. Beberapa kelompok tani telah dimobilisasi untuk diikutsertakan dalam program atau skema sertifikasi kopi, seperti Organik dan lain-lain.

3.3 Analisis Saling-Pengaruh Harga Kopi Indonesia dan Dunia

Sasaran pasar komoditas kopi Indonesia sampai saat ini masih mengarah ke pasar ekspor yang tersebar di berbagai kota besar di negara maju, karena konsumsi per kapita di dalam negeri sendiri masih sangat rendah dan pertumbuhannya pun juga rendah, sementara di pusat-pusat konsumen di luar negeri pertumbuhan konsumsi tampaknya cukup mantap.
Produksi  kopi Indonesia saat ini mencapai sekitar 650 ribu ton per tahun. Sebagian besar dari  jumlah itu  sampai saat ini diekspor ke berbagai negara di dunia seperti Amerika Serikat, Jerman, Jepang, Italia dan Singapura. Jumlahnya  sekitar 500 ribu ton per tahun.  Ekspor dari Indonesia ini relatif kecil disbanding kebutuhan kopi dunia yang mencapai sekitar 6 juta ton per tahun. Meski demikian, kopi hasil produksi para petani di Indonesia itu sangat diminati di pasaran dunia karena memiliki mutu yang cukup tinggi. Di Indonesia, produktivitas kopi Robusta lebih tinggi dari produktivitas kopi Arabika yang akhir ini mulai banyak digemari petani Indonesia.  Permintaan dunia yang tinggi terhadap kopi Arabika juga telah ikut mendorong Indonesia untuk meningkatkan produksi dan produktivitas kopi Arabika ini, yang secara rata-rata memiliki harga yang lebih tinggi.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Eksportir dan Industri Kopi Indonesia (AEKI)   Pranoto Soenarto dalam  seminar Commodity Price Outlook 2012,memperkirakan konsumsi kopi nasional bisa naik 20 persen pada tahun ini. Seandainya 10 persen saja penduduk Indonesia minum kopi hingga tiga cangkir per hari, produksi kita habis diserap lokal.
AEKI mencatat, saat ini ada sekitar lima perusahaan pengolah kopi skala besar, yakni PT Santos Jaya Abadi, PT Nestle Indonesia, PT Torabika Eka Semesta, PT Aneka Coffee Industri, dan PT Sari Incofood Corp. Skala menengah diantaranya adalah, PT Ayam Merak, PT Inbraco, PT Bola Dunia, PT naga Sanghie, dan PT Tri Menggolo Dento.
Ulah trader atau pedagang asing dinilai merugikan pengusaha kopi nasional. Sebab, banyak trader asing yang langsung membeli komoditas tersebut di tingkat petani.  Apalagi, kini kopi indonesia menjadi rebutan para pembeli di pasar internasional. Perilaku trader asing sangat mengganggu pelaku bisnis nasional. Biasanya, trader tersebut melakukan jemput bola dengan membeli kopi di tingkat petani, sehingga tanpa melalui jalur perusahaan lokal.
AEK1 mengeluhkan dominasi pedagang asing yang menguasai perdagangan kopi di dalam negeri dengan volume mencapai 60% dari total produksi 560.000 ton pada tahun lalu. Tekanan pedagang asing tersebut menyebabkan pedagang lokal semakin sulit bersaing mendapatkan kopi dari petani.Mereka [pedagang asing] lebih kompetitif, karena suku bunga pinjaman di luar negeri lebih rendah dibanding dengan suku bunga di dalam negeri. Suku bunga di luar negeri hanya 2%, kita bayar bunga masih di atas 10%, sehingga pedagang asing berani membeli dengan harga lebih tinggi.

3.4 Diprediksikan Pasokan Kopi Langka 

United States Department of Agriculture memproyeksikan produksi kopi dunia pada periode 2011/2012 turun 2,1%   akibat penurunan panen di Brasil yang merupakan negeri penghasil kopi terbesar. Berdasarkan laporan bertajuk Coffee World Markets and Trade yang dirilis departemen AS tersebut, produksi komoditas bahan minuman tersebut pada periode 2011/2012 hanya 135 juta bag.
Pada tahun lalu, berdasarkan data yang dipublikasikan kemarin, produksi kopi di seantero dunia mencapai 137,9 juta bag. Setiap bag sama dengan 60 kg atau 120 pounds. Penurunan tersebut karena tanaman kopi di Brasil mulai memasuki siklus turun produktivitas.
Pada tahun depan, negeri di Amerika Latin ini diperkirakan hanya akan menghasilkan 49,2 juta bag kopi, turun 9,7% dibandingkan dengan pencapaian pada periode yang sama tahun lalu. Sebaliknya, permintaan dunia akan komoditas yang mengandung kafein tersebut diyakini akan bertumbuh 1,1% menjadi 133,957 juta bag. Khusus di AS, permintaan kopi akan bertumbuh 0,8% menjadi 24,15 juta bag.
Moenardji  menuturkan inti permasalahan yang dihadapi adalah peningkatan konsumsi dunia yang sangat tinggi. Sekarang konsumsi kopi dunia sekitar 7,8 juta ton pada tahun lalu. Padahal, pada 15 tahun lalu hanya  4,8 juta ton. Jadi memang terjadi pertumbuhan konsumsi kopi yang cukup besar.
Moenardji mengatakan, Inti dari konsferensi kopi internasional belum lama ini yaitu masalah ketatnya pasokan dan konsumsi yang terus meningkat. International Coffee Organization (1CO), katanya, meminta negara produsen kopi untuk meningkatkan produksi sekaligus kualitas kopi. Meningkatkan produksi untuk mengamankan jaminan pangsa pasar, katanya, negara produsen kopi harus mulai menggalakkan peningkatan produksi di dalam negeri. "Sambil tetap mengisi pasar ekspor. Sebagai perlindungan sehingga tidak semata-mata mengandalkan pasar ekspor, tetapi juga harus meningkatkan pasokan di dalam pasar domestic. Jika bergantung penuh pada pasar ekspor, terjadi gejolak ekonomi di negara tujuan, kinerja ekspor akan terganggu sebagaimana yang terjadi tahun lalu. Moenardji optimistis dapat meningkatkan konsumsi kopi di dalam negeri mengingat pasar dalam negeri sangat potensial dan konsumsi domestik meningkat. Produsen harus meningkatkan produksi kopi dan juga peningkatan kualitas. Ini penting, karena prospek kebutuhan akan kopi ini sangat besar baik di pasar ekspor maupun di dalam pasar domestik.
Dijelaskan  harga kopi robusta lebih murah dibandingkan dengan kopi Arabika, kendati volume Arabika di pasar dunia mencapai 70%, sedangkan kopi robusta hanya 30%. Berbeda dengan kondisi di Indonesia, justeru produksi kopi robusta mencapai 80%, sedangkan arabika hanya 20% dari total produksi kopi.

3.5 Tantangan Kedepan

AEKI menyimpulkan kondisi terkini perkopian di dalam negeri dalam menghadapi tantangan dan persaingan industri perkopian nasional ditengah dinamika global. Pertama, menyikapi tuntutan pembangunan ekonomi domestik dan perubahan lingkungan ekonomi internasional, baik karena pengaruh liberalisasi ekonomi maupun karena perubahan-perubahan fundamental dalam pasar produk pertanian internasional.Kedua,  perubahan pada sisi permintaan yang menuntut kualitas tinggi, kuantitas besar, ukuran seragam, ramah lingkungan, kontinuitas produk dan penyampaian secara tepat waktu, serta harga yang kompetitif. Dari sisi penawaran yang terkait dengan produksi, perlu diperhatikan masalah pengurangan luas lahan produktif, perubahan iklim yang tidak menentu akibat fenomena  El-Nino dan La-Nina serta pemanasan global, adanya penerapan bioteknologi dalam proses produksi dan pasca panen, dan aspek pemasaran.Ketiga, untuk menjadikan produk kopi dan olahannya mempunyai daya saing kuat, baik di dalam maupun di luar negeri dibutuhkan pengetahuan secara rinci preferensi konsumen yang berkembang, termasuk meningkatnya tuntutan konsumen akan informasi nutrisi serta jaminan kesehatan dan keamanan produk-produk pertanian. Keempat, munculnya negara-negara pesaing (competitor) yang menghasilkan produk sejenis (Vietnam dan India) semakin mempersulit pengembangan pasar kopi, baik di negara- negara tujuan ekspor tradisional (Amerika Serikat, Jerman dan Jepang) maupun negaranegara tujuan ekspor baru (wilayah potensil pengembangan).Namun demikian, masih terdapat peluang- peluang untuk pengembangan perkopian Indonesia sebagai berikut.
Pertama, permintaan produk-produk kopi dan olahannya masih sangat tinggi, terutama di pasar domestik dengan penduduk yang melebihi 200 juta jiwa merupakan pasar potensial.
Kedua, peluang ekspor terbuka terutama bagi negara pengimpor wilayah nontradisional seperti Asia Timur, Asia Selatan, Timur Tenga dan Eropa Timur. Walaupun perdagangan ke Timur Tengah masih sering terjadi dispute payment.
Ketiga, kelimpahan sumberdaya alam dan letak geografis di wilayah tropis merupakan potensi besar bagi pengembangan agribisnis kopi. Produk kopi memiliki sentra produksi on-farm, yang hanya membutuhkan keterpaduan dengan industri pengolahan dan pemasarannya.
Keempat, permintaan produk kopi olahan baik pangan maupun non pangan cenderung mengalami kenaikan setiap tahun, sebagai akibat peningkatan kesejahteraan penduduk, kepraktisan dan perkembangan teknologi hilir. Kelima, tersedianya bengkel-bengkel alat dan mesin pertanian di daerah serta tersedianya tenaga kerja. Seperti alat pemecah biji kopi, alat pengupas kulit kopi, dan lantai jemur.

3.6 Harga Kopi Melemah di Tengah Ketidakpastian Pasar

Harga kopi Robusta turun dari Rp 3.500 - 3.800 / kg menjadi Rp 3.000 / kg, sementara kopi Arabika tinggal Rp 14.000 - 15.000 / kg dari harga semula Rp 15.000 - 16.000 / kg. Harga kopi Arabika pada perdagangan kemarin ditutup melemah melewati rata-rata pergerakan (moving average) dalam 40 hari perdagangan di tengah penyempitan kontrak Maret/Mei.
Pasar dilanda aksi short coveringakan tetapi pada akhir hari perdagangan terjadi aksi spekulasi jual setelah gagal menembus level tertinggi pada perdagangan dua sesi sebelumnya.
Harga kopi Arabika di ICE untuk kontrak Maret ditutup melemah 4,9 sen atau 2,2 persen. Volume perdagangan untuk kontrak Maret mencapai 16.732 lot, sementara total volume untuk semua bulan mencapai 31.772 lot.
Sementara itu menurut informasi dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi, Jumat (10/2/2012), harga kopi di Bandar Lampung diperdagangkan pada Rp.18.900/kg. Harga kopi di Bandar Lampung menurun Rp.1389/kg atau melemah 6.8% dibandingkan perdagangan tanggal 2 Februari 2012 .
Ekspor kopi robusta Indonesia ke Jepang senilai 1,35 juta dollar AS per tahun terhambat, menyusul rendahnya ambang batas residu pestisida karbaril yang diterapkan sejak 2009 oleh Pemerintah Negeri Sakura itu.
Kopi robusta yang ditolak masuk ke Jepang, kendati sudah berada di pelabuhan negara itu bisa mencapai 20-30 kontainer per tahun, dengan nilai sekitar 45.000 dollar AS per kontainer. Gabungan Eksportir Kopi Indonesia (GAEKI) bersama pemerintah sedang mengupayakan agar ambang batas bisa direvisi, sehingga ekspor kopi robusta ke Jepang bisa kembali maksimal dan diharapkan penurunan sudah bisa dilakukan sebelum panen kopi pada Juni.
Pemerintah Jepang menerapkan ambang batas residu pestisida karbaril sebesar 0,01 persen , yang dinilai cukup rendah bagi eksportir kopi. Adapun, kopi robusta sering terkena karbaril.Jepang merupakan pasar yang besar bagi Indonesia. Tiga negara terbesar pasar ekspor kopi Indonesia adalah Jerman, Jepang, dan A merika Serikat.
Meskipun Indonesia merupakan salah satu negara penghasil terbesar kopi, nyatanya masih melakukan impor berkisaran 40.000-50.000 ton kopi dari Vietnam pada tahun lalu. Pada tahun ini produksi kopi diperkirakan 600.000 ton, untuk pasar domestik 200.000 ton dan sisanya ekspor.Volume ekspor tidak bisa dikurangi karena tingginya permintaan dunia terhadap kopi Indonesia.












BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan

Kondisi keseimbangan yang terjadi di pasar tentunya menjadi relatif tidak stabil apabila ada kekuatan-kekuatan yang mendorong harga dan jumlah barang atau komoditas yang pada akhirnya akan mencapai keseimbangan baru. Berkaitan dengan aspek ini, di pasar ada kemungkinan akan terjadi kelebihan barang atau komoditas yang ditawarkan (surplus) dan kekurangan barang atau komoditas yang ditawarkan atau kelebihan barang atau komoditas yang diminta (shortage).
Proses penyesuaian pasar menuju keseimbangan akan dipengaruhi oleh beberapa kondisi antara lain: (1) permintaan yang berubah, di mana penawaran tetap; (2) Penawaran yang berubah, di mana permintaan tetap; dan (3) Permintaan dan penawaran yang berubah secara simultan.Dalam jangka panjang, perusahaan dapat berubah ukuran rencana, dan meninggalkan atau masuk ke industri atau pasar. Posisi ekuilibrium jangka panjang dari perusahaan adalah bila titik minimum dari biaya rata-rata jangka panjang sama dengan harga.

5.2 Saran
Meskipun Indonesia merupakan salah satu negara penghasil terbesar kopi, nyatanya masih melakukan impor berkisaran 40.000-50.000 ton kopi dari Vietnam pada tahun lalu.Diharapkanpadatahunini Indonesia dapatmeningkatkannilaieksportdenganmeningkatkanjumlahproduksi kopi yang lebihbaik.Kualitas kopi danjumlahproduksi kopi sangatlahberpengaruhpadajumlahpermintaanpasarlokalmaupundunia.Untukitupetaniharuslebihmengintensifkanproduktivitas kopi yang berkualitassedangkanpemerintahharusmembantumelakukanpenawaranterhadap Negara lain sehinggapermintaanakan kopi Indonesia akanmeningkat.






DAFTAR PUSTAKA
http://bisniskeuangan.kompas.com/hil-n12industri kopi.htm , 28 maret 2012

BISNIS & INVESTASI : Kopi Indonesia Dalam Kancah Pasar Global.note.php kopi.htm, 28 maret 2012

Bustanul Arifin, Guru Besar Ilmu Ekonomi Pertanian UNILA dan Ekonom Senior INDEF
Wahana, Jaka dan Kirbrandoko, 1995, Pengantar Mikro Ekonomi Jilid I, Terjemahan Cetakan pertama, Binarupa Aksara, Jakarta